Sekjen FPPI mamuju : Membaca Ulang Koperasi Merah Putih Lewat Cermin KUD

jack paridi

Koperasi Merah Putih mulai diperbincangkan secara formal pada bulan Februari 2025, ketika Presiden Prabowo Subianto meluncurkan program ini di Retret Kepala Daerah yang berlangsung di Akademi Militer Magelang. Diskusi lebih lanjut berlangsung dalam Rapat Terbatas Kabinet pada 3 Maret 2025, menghasilkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 yang bertujuan untuk mempercepat pembentukan koperasi di desa dan kelurahan Merah Putih.

Apakah kita telah mengambil pelajaran dari masa lalu? Ketika Koperasi Unit Desa KUD digunakan untuk kepentingan politik di masa Orde Baru, bisakah kita yakin bahwa Koperasi Merah Putih tidak akan terjebak dalam agenda yang sama? Kita seharusnya merenungkan kembali dan memiliki alat perbandingan yang tepat antara sejarah dan situasi saat ini.

Pada masa Orde Baru, seharusnya Koperasi Unit Desa (KUD) berfungsi sebagai instrumen untuk memberdayakan ekonomi masyarakat. Namun, di balik nama itu, KUD malah dimanfaatkan sebagai alat untuk menguatkan kekuasaan Presiden Soeharto dan Partai Golkar. Kini, pada zaman reformasi, Koperasi Merah Putih hadir dengan harapan dapat menghidupkan kembali koperasi sebagai pilar ekonomi masyarakat. Namun, apakah kita bisa benar-benar yakin bahwa koperasi ini akan fokus pada kesejahteraan rakyat, atau malah menjadi sarana baru dalam politik?

Jack Paridi : Kita tidak berada dalam posisi untuk menyalahkan atau beranggapan bahwa program koperasi ini merupakan instrumen politik yang tidak peduli dengan urusan ekonomi. Saya telah melihat banyak tulisan mengenai program yang melibatkan daerah pedesaan, namun kita perlu menyelidiki lebih dalam dampak dari program tersebut.

Lebih dari 80. 000 KUD ada di seluruh Indonesia pada masa Orde Baru, tetapi banyak yang tidak berfungsi sesuai dengan tujuan dan malah menjadi alat politik. Kini, dengan hadirnya Koperasi Merah Putih yang menjanjikan hal serupa, apakah kita sudah siap untuk memastikan bahwa koperasi ini benar-benar melayani masyarakat, ataukah kita akan melihat sejarah terulang kembali?

Oleh karena itu, kita tidak boleh lengah dan menganggap bahwa, meskipun menggunakan nama nasional seperti ‘Merah Putih’, koperasi ini bebas dari kemungkinan politisasi. Sejarah KUD mengingatkan kita bahwa tanpa manajemen yang transparan, koperasi bisa kehilangan tujuan dan hanya menjadi alat untuk kepentingan tertentu. Semua pihak—masyarakat, pengurus koperasi, dan pemerintah—harus berupaya menjaga prinsip dasar koperasi yang sejati: kemandirian, demokrasi, dan orientasi kepada rakyat. Jika Koperasi Merah Putih dikelola dengan niatan tulus untuk kesejahteraan rakyat, ia bisa menjadi pilar utama dalam ekonomi Indonesia. Namun, kita harus senantiasa waspada agar peristiwa masa lalu tidak terulang.

Sebagai masyarakat yang peduli akan masa depan ekonomi Indonesia, kita harus mengambil peran penting dalam memastikan Koperasi Merah Putih tidak terjebak dalam agenda politik jangka pendek. Marilah kita dukung koperasi yang benar-benar mengutamakan kesejahteraan warga, dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Jika kita mampu menjaga koperasi ini di jalur yang benar, maka perubahan signifikan dalam ekonomi pedesaan dan pemberdayaan masyarakat akan terlihat. Ini adalah tanggung jawab kita semua untuk menjadikan koperasi tetap berfungsi sebagai alat untuk memberdayakan ekonomi, bukan sebagai alat politik.

Fppi mamuju mengajak Masyarakat untuk tetap menjadikan Sejarah sebagai pisau analisis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *